Impian? Sebuah kata yang sederhana tetapi memiliki nilai kekuatan bagi setiap orang yang mengerti bahwa hidup ini tidaklah indah jika tidak ada kata tersebut ‘impian’. “Kejarlah impianmu setinggi langit” mungkin kalimat itu sudah tidak asing lagi terdengar dan familiar di telinga kita, sang pemimpi. Lalu apa mimpi itu? Apa bedanya dengan keinginan? Apakah bisa disamakan dengan ambisi? Ah entahlah, saya bukanlah aristoteles ataupun plato yang menghabiskan hidupnya untuk memikirkan hal-hal yang tidak dipikirkan oleh orang awam. Saya hanyalah orang biasa yang memiliki mimpi sederhana tentang kampus FKM, rumah kedua yang saya miliki. Rumah bagi saya, bagi teman-teman saya, rumah bagi kami para kaum muda idealis untuk menuntut ilmu, mencoba merangkai sejuta impian dan harapan untuk masa depan kami di tengah keadaan bangsa yang begitu terpuruk dan tak tentu arah ini. Walaupun tak dapat dipungkiri, bahwa keadaan sering memaksa kami untuk selalu terjebak ke dalam orientasi yang salah akan hidup yang singkat ini. Halaah tinggi bener bahasa gw? Haha.. :D
Membicarakan orientasi hidup, sebenarnya apa sih yang kita cari di hidup ini? Untuk apa ayah ibu kita menyekolahkan kita, membanting tulang, bermandikan keringat? Dimulai dari sekolah dasar hingga sekarang sehingga kita menjadi seorang “mahasiswa”, kata mereka. Terlalu banyak hal yang saya pertanyakan tentang pengertian mahasiswa itu sendiri. Keraguan sering datang menghampiri ketika saya berkaca di depan cermin dan berkata kepada diri saya “Busungkan dadamu teman, karena kau seorang mahasiswa sekarang”. Ya sudahlah tidak perlu dibahas, toh disini saya hanya ingin membuat narasi tentang impian untuk kampus FKM.. Hehe.. (:
Oke, buat apa bertele-tele.. langsung saja kita simak ceritanya.. selamat menikmati..
Dikisahkan ada serang mahasiswa baru FKM UNDIP katakanlah namanya Maulana. Ketika itu adalah hari pertama dia memasuki bangku perkuliahan. Seperti mahasiswa baru lainnya dia masih terbuai akan euforia diterima sebagai mahasiswa FKM UNDIP, apalagi dia diterima di FKM UNDIP melalui jalur SNMPTN Tulis yang katanya sulit untuk bisa lulus dan diterima di PTN melalui jalur tersebut. Ah who cares.. yang jelas dia sekarang sudah berdiri di sini, di depan gedung dekanat FKM UNDIP. dia memandang sesaat gedung tersebut. Terbersit di pikirannya akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Cerita apa saja yang akan dia torehkan di tempat ini. Akankah namanya dikenal oleh orang banyak 4 tahun mendatang sebagai seorang mahasiswa yang mampu menorehkan berbagai prestasi yang spektakuler? Ah.. hanya sebuah impian..
Menapaki setiap tangga gedung, dengan mantap dia langkahkan kakinya menuju ruangan yang nantinya akan sering dia gunakan untuk mendengarkan dosen ‘mengoceh’ tentang sesuatu yang membosankan dan membuatnya tertidur pulas. Ketika itu adzan dzuhur berkumandang dan satu hal yang membuat dia risau adalah mengapa perkuliahan tetap berlangsung sedangkan waktu untuk salat telah tiba. Itu hal pertama yang membuatnya merasa tidak nyaman, terlebih lagi adzan yang dia dengar bukan dari mushalla yang berada di FKM. Dia berkata pada dirinya sendiri, “hei adakah di sini lelaki muslim yang tergerak untuk mengumandangkan adzan? Apa di sini hanya ada kaum hawa saja?”
Kuliah pun selesai dan dia langsung menuju mushalla FKM. Tetapi ada hal yang dia pertanyakan. “Ini benar-benar mushalla?” Apa hanya sekedar ruangan yang disisakan di ujung gedung untuk bisa dikatakan mushalla?”. Dengan perlahan dia masuk. Sambil kebingungan dan ‘celingukan’ karena dia heran kenapa bayangngan dirinya saja yang ia lihat ketika itu? Bukankah ini waktunya salat?. Akhirnya dia berjalan ke arah kran yang menurut persepsinya kran tersebut disediakan untuk berwudhu. Dengan sedikit membungkuk dia putar kran tersebut. Dan di sinilah puncak kebingungannya tercipta. DIMANA AIRNYA??. Tanpa pikir panjang dia pun bergegas ke sebuah tempat tak jauh dari situ yang kemudian dia mengenalnya sebagai Fakultas Psikologi, dia melihat sebuah bangunan dan dia senang karena bentuk bangunan yang ia lihat sesuai dengan persepsinya akan sebuah mushalla seutuhnya. Dia pun berwudhu di tempat wudhu pria. Dan langsung salat dengan khusyuk. Selesai salat ketika dia memakai sepatu ada seseorang di sebelahnya bertanya “mas maaf saya Fandi mahasiswa baru psikologi, boleh kenalan ga mas?” dia pun menjawab “oh.. boleh.. saya juga maba, nama saya maulana” “oalah saya kira mas itu kaka kelas ternyata maba juga toh” dia hanya tersenyum tipis. “tapi mas, ko saya ga liat mas ya tadi pas di kelas?” “oh saya mahasiswa FKM” “lah ko salatnya di sini?” dia pun terhenyak diam membisu.
Sambil berjalan kembali ke kelas, masih banyak hal yang ia pikirkan sampai ia pun duduk di bangku kelas dan termenung. Hatinya berkata “ada yang salah di FKM, tapi apa ya?” dia pun terus berpikir dan berpikir sampai akhirnya semuanya menjadi terang, terdengar suara temannya “woi mo!! bangun!!, udah selesai nih kuliahnya, lu mau balik bareng gw ga?” dengan mata yang masih merah dia pun mengangguk lemas. Dilihat sekelilingnya, akhirnya dia menyadari bahwa ternyata dia tertidur di kelas ketika kuliah berlangsung sampai ia bermimpi. Terlihat beberapa bangku di depan kelas yang sudah kosong, dan teman-teman yang sudah siap meninggalkan kelas. Ah sungguh membingungkan.. hehe..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar